Skip to main content

Posts

Showing posts from 2020

Don't Become a Scientist!

Apakah Anda berpikir untuk menjadi seorang ilmuwan? Apakah Anda ingin mengungkap misteri alam, melakukan eksperimen atau melakukan perhitungan untuk mempelajari cara kerja dunia? Lupakan! Sains itu menyenangkan dan mengasyikkan. Sensasi penemuan itu unik. Jika Anda cerdas, ambisius dan pekerja keras, Anda harus mengambil jurusan sains sebagai sarjana. Tapi cukup segitu saja. Setelah lulus, Anda harus berurusan dengan dunia nyata. Itu berarti Anda tidak perlu mempertimbangkan untuk lulus sekolah dalam sains. Sebaliknya, lakukan sesuatu yang lain: sekolah kedokteran, sekolah hukum, komputer atau teknik, atau sesuatu yang menarik bagi Anda. Mengapa saya (seorang profesor fisika) mencoba untuk mencegah Anda dari mengikuti jalur karier yang berhasil bagi saya? Karena zaman telah berubah (saya menerima gelar Ph.D saya pada tahun 1973, dan resmi jadi ilmuwan tahun 1976). Ilmu pengetahuan Amerika tidak lagi menawarkan jalur karier yang masuk akal. Jika Anda lulus sekolah sains, itu ber

Mahasiswa S-2 dan S-3 rentan gangguan jiwa

Kasus-kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa S2 dan S3 mengejutkan masyarakat. Masyarakat menilai mahasiswa strata lanjut ini dianggap sebagai kumpulan manusia yang hebat, sehingga dianggap kebal penyakit. Kesehatan jiwa sampai saat ini kurang ditanggapi serius oleh masyarakat. Mungkin masyarakat menilai penyakit jiwa kurang berbahaya dibanding, katakanlah, kanker, AIDS, TBC dan DM, serta kini: Covid-19. Stigma negatif orang yang bermasalah dengan kesehatan jiwanya adalah orang gila yang tidak mampu mengelola beban hidupnya: Ah, itu karena kurang imannya. Cengeng. Gitu saja mengeluh. Demikian ucapan-ucapan negatif yang sering terdengar di kalangan masyarakat luas. Mengapa hanya mahasiswa S2 dan S3 saja yang terdampak, apakah mahasiswa S1 tidak terpengaruh kesehatan jiwanya dengan beban kuliahnya? Nah untuk pertanyaan ini perlu baca-baca lagi jurnal kesehatan lebih banyak. Kesehatan Fisik dan Psikis: perspektif statistik Penelitian yang melibatkan sampel sejumlah 3.659 mahasiswa

Fakta dan Data Parkinsonismus

Sudah sejak awal 2016 bergaul akrab dengan Parkinsonismus, ada beberapa informasi dan pengalaman yang ingin saya bagi. Gejala Semua jenis Parkinsonismus atau sindrom Parkinson gejala utamanya terdiri atas trias tremor-rigiditas-bradikinesia, dapat diobati dengan terapi penyakit Parkinson (Nuartha, 2015, hal. 335). Penyebab Trauma kepala K eracunan obat-obatan (terutama antibiotika) dosis tinggi Dan lain-lain yang belum jelas: psikis, degeneratif. Terapi Obat-obatan Campuran Lepodova (L-dova) dan Benserazide HCl dengan merk dagang Levopar atau Madopar. THP diberikan untuk mengurangi tremor (merk dagang Hexymer). Pramepexol (merk dagang Sifrol) bisa juga disertakan dalam dosis yang diawasi ketat (Nuartha, 2015, hal. 337). Dari 3 jenis obat di atas, Sifrol-lah (0,375 mg), yang paling patut dicemaskan. Satu blister, 10 tablet, seharga (sekitar) Rp.300.000, lumayan bila sehari 1 tablet maka 1 bulan mesti sedia Rp.900.000-an. THP dan Lepodova masih cukup terjangkau di merk-merk terten

Apakah etis pengelola jurnal ilmiah yang sering meloloskan tulisannya sendiri?

Menulis karya ilmiah saat ini sifatnya wajib bagi kalangan dosen, peneliti dan guru untuk menunjang karir mereka. Mulai menjamurnya jurnal-jurnal baru, di sisi lain, kewajiban menulis masih bersifat perintah, membuat para akademisi tergopoh-gopoh menyongsongnya. Kewajiban ini belum berakar dalam kultur dunia akademik di Indonesia, sehingga isu etika nampaknya masih kurang diperhatikan. Saya tidak membahas fenomena seperti pertanyaan pertama di atas. Saya rasa kultur di negara kita masih kepayahan menyerap isu publikasi ilmiah lainnya yang lebih serius: plagiarisme. Tulisan ini tidak hendak membahas plagiarisme, yang juga masih belum menyatu secara kultur sehingga masih banyak terjadi. Tulisan ini tentang masalah etika lainnya, seperti fokus tulisan ini, juga perlu mulai diperhatikan, yakni mengenai etika mempublikasikan artikel karya sendiri di dalam jurnal yang penulis kelola atau istilahnya: self-publishing . Catatan-catatan dari Komite Etika Publikasi (Committee on Publication Ethic

Bolehkah paper yang kita presentasikan di suatu konferensi, diterbitkan di sebuah jurnal lain?

Pertanyaan di atas saya ajukan di Quora , berikut 2 jawabannya. Jawaban 1 Konferensi ilmiah ada banyak macamnya. Kalau dalam konferensi tersebut Anda diminta untuk mengirimkan fullpaper Anda kamudian fullpaper tersebut akan dipublikasikan dalam proceeding, maka jawabannya tidak boleh karena paper tersebut sudah dianggap sudah dipublikasikan. Lain ceritanya jika konferensi ilmiah tersebut tidak meminta Anda untuk mengirimkan fullpaper dan tidak dipublikasikan dalam proceeding. Biasanya, konferensi ilmiah seperti ini hanya meminta Anda untuk mengirimkan Abstrak saja. Nah, kalau disini, Anda baru boleh untuk mengirimkan fullpaper Anda ke sebuah penerbit jurnal. Hal ini dikarenakan paper Anda masih dianggap belum dipublikasikan sehingga dapat Anda ajukan ke penerbit jurnal untuk diterbitkan. Selama kuliah S1, saya sudah 6 kali mengikuti konferensi (2 nasional dan 4 internasional) untuk mempresentasikan hasil riset saya. Selama mengikuti konferensi ini, saya tidak pernah mengikuti satupun k

Masa depan aplikasi berbasis mobile: perspektif distribusi jaringan internet

Binbing Zheng, Assistant Professor di Michigan State University, dalam tulisannya di The Conversation, menyatakan program one-to-one , suatu program yang memberikan laptop pada tiap siswa di Amerika Serikat, yang diinisiasi oleh Maine Learning Technology Initiative (MLTI) pada 2002, terbukti sukses memajukan para siswa. Hal itu tampak dari nilai yang baik pada mata pelajaran sains, menulis, matematika, hingga bahasa Inggris. Alasan kesuksesan itu sederhana saja: laptop adalah gerbang abad 21, abad telekomunikasi dan informatika. PERMASALAHANNYA…. Untuk mendukung ide elektronik pendidikan, mutlak diperlukan jaringan internet. Kenyataannya jaringan internet, bahkan untuk area sekitar pantura Jawa, masih banyak blank-spot. Jangkauan sinyal Telkomsel di sekitar Semarang, Kendal dan Batang (sumber: nperf.com ) Bisa dilihat dalam peta di atas, perhatikan kode warnanya. Bisa dibilang bahwa yang terkover sinyal Telkomsel rata-rata hanya 25% saja dari wilayah dalam peta tersebut. See? Realisti

Pilpres 2014 dan 2019: perspektif metaforik

Pilpres 2014, bagi saya, adalah pengalaman sejarah negara yang ajaib dalam perspektif pribadi saya. Bagaimana tidak, nama lengkap saya dalam 2 kata terakhirnya mirip dengan nama Pak Joko Widodo (Jkw). Nama lengkap saya FCM Djoko Widodo. Asli, ini tidak ngarang. Itu satu fakta. Fakta lainnya, saya lahir di tanggal dan bulan yang sama dengan Pak Prabowo Subianto (PS). Sejak tahu fakta itu, saya jadi tertarik dengan rekam jejak PS. Saya mulai intens mengikuti perjalanan hidupnya yang ditulis dalam berbagai artikel media massa dan buku-buku biografi tokoh-tokoh penting. Ketika PS intens beriklan, jauh sebelum pilpres 2014, saya heran. Orang ini narsistik atau jenius? Apa maksudnya? Kemanakah arus hendak dia arahkan? Kembali ke Pilpres 2014. Tahun 2014 menjelang pilpres saya termenung-menung, milih yang mana ya? Ketika akhirnya menentukan pilihan, saya masih juga termangu. Kegalauan ini seolah menjelma dalam skala yang lebih luas dengan terbelahnya masyarakat dalam pilpres 2014 lalu. Ya. Te

Apakah profesi surveyor (petugas ukur pertanahan) akan benar-benar hilang ditelan era Revolusi Industri 4.0?

Presiden Jokowi, melalu Tjahjo Kumolo (Menpan RB), mencanangkan program efisiensi birokrat dengan memangkas beberapa level pejabat eselon yang dianggap tidak menampakkan manfaat yang diharapkan (sumber: Detik.com dan Kompas.com ). Saya mengamati kebijakan ini sangat startegis dalam mengantisipasi perubahan yang kita kenal dengan istilah Revolusi Industri 4.0. Perkembangan ini membawa efek disrupsi terhadap beberapa profesi yang kita kenal selama ini, yang akhirnya mau tidak mau elemen birokrat mesti menyesuaikan. Pendekatan Baru Kegiatan Pengukuran dan Pemetaan Dalam hal profesi surveyor menarik untuk dikaji mempertimbangkan karakteristik profesi dan perkembangan teknologi. Sebagai contoh penggunaan peta bersumber dari OpenStreetMap (OSM) telah banyak dikembangkan dalam rangka pengukuran dan pemetaan perkotaan. OSM dalam rangka survei kadaster, meliputi: keuntungan dan kerugian penggunaan metode online dan keterbukaan prosedur. Selanjutnya mengkaji perbedaan peran pengguna level paka