Skip to main content

Fakta dan Data Parkinsonismus

Sudah sejak awal 2016 bergaul akrab dengan Parkinsonismus, ada beberapa informasi dan pengalaman yang ingin saya bagi.

Gejala


Semua jenis Parkinsonismus atau sindrom Parkinson gejala utamanya terdiri atas trias tremor-rigiditas-bradikinesia, dapat diobati dengan terapi penyakit Parkinson (Nuartha, 2015, hal. 335).

Penyebab



  • Trauma kepala

  • Keracunan obat-obatan (terutama antibiotika) dosis tinggi

  • Dan lain-lain yang belum jelas: psikis, degeneratif.


Terapi


Obat-obatan


Campuran Lepodova (L-dova) dan Benserazide HCl dengan merk dagang Levopar atau Madopar. THP diberikan untuk mengurangi tremor (merk dagang Hexymer). Pramepexol (merk dagang Sifrol) bisa juga disertakan dalam dosis yang diawasi ketat (Nuartha, 2015, hal. 337).

Dari 3 jenis obat di atas, Sifrol-lah (0,375 mg), yang paling patut dicemaskan. Satu blister, 10 tablet, seharga (sekitar) Rp.300.000, lumayan bila sehari 1 tablet maka 1 bulan mesti sedia Rp.900.000-an. THP dan Lepodova masih cukup terjangkau di merk-merk tertentu.

Fisioterapi dan Psikoterapi, untuk gangguan kecemasan


Terapi berikut disarikan dari tulisan Ferris, T (2014). Adaptasi dan komentar saya tambahkan sesuai pengalaman. Disclaimer: saya sedang mencobanya.

  • Nikmati permainan atau olah raga bersama teman


Kata kuncinya adalah: melatih otot-otot yang lemas, olah raga, teman dan ceria. Olah raga individual seperti: fitness, lari, beladiri, tidak cocok untuk stress release. Apalagi catur, bridge dan gaple.

Berolahragalah dengan gembira di luar ruangan bersama teman. Usahakan setiap hari paling tidak 30 menit. Termasuk futsal, meskipun dilakukan di dalam gedung. Pingpong ceria juga bisa jadi pilihan. Bisa juga permainan tradisional seperti benthiq, engklek, dst.

  • Jauhi/hindari segala macam media massa


Konten-konten di berbagai media massa akhir-akhir ini hanya menguras emosi saja, emotional drainage. Sedih yang mendalam, tertawa ngakak, ketakutan, marah, jengkel dan lain sebagainya. Sebagian besar hanya akan membuat kita terbebani dengan sesuatu yang tidak/ sangat jarang ada kaitannya dengan keseharian kita.

Berita dari berbagai surat kabar ternyata menyumbang porsi terbesar dari asal muasal kecemasan kita. Informasi yang kita izinkan masuk melalui alam sadar kita menentukan kualitas hidup kita.

Berita media massa, reality show, sinetron, film horror, buku penuh kebencian dan pornografi. Jauhi yang demikian. Kita hanya akan hidup dengan stress, ketakutan, dan sinis (pahit), dengan tontonan seperti itu.

Tontonlah konten yang damai dan menyenangkan. Insya Allah pikiran kita akan penuh kebahagiaan dan kasih sayang. Simpel.

  • Atur waktu tidur (baik tidur malam ataupun tidur siang)


Ikuti tips-tips berikut. Jauhkan HP, stel AC pada suhu 20 derajat celcius (atau berapapun, sejauh terasa nyaman), tutup tirai atau gunakan penutup mata. Intinya buat suasana kamar tidur senyaman mungkin untuk istirahat.

Tradisi orang tua kita perlu dilestarikan. Makan malam menjelang Maghrib atau sesudah Isya. Waktu antara sholat Magrib dan Isya gunakan untuk mengaji atau berzikir. Segera tidur sekitar jam 21.00. Bangunlah sebelum Shubuh. Mandi menjelang sholat Shubuh. Tidak tidur setelah sholat Shubuh dan sholat Ashar.

Pilihlah waktu tidur siang sebelum Dhuhur atau sesudahnya. Jangan lama-lama, cukup 1 jam saja. Ini merupakan tidurnya para Nabi (qoilulah).

  • Hilangkan pemicu gelisah/kecemasan/stress


Hindari konsumsi berikut. Kopi, soda, pemanis buatan (aspartame), rokok, dan mariyuana, serta batasi konsumsi gula pasir, nasi dan daging merah (sapi, kerbau, kambing, dst).

Perbanyak konsumsi ikan, buah, sayur dan biji-bijian. Saat ini sedang trend buku tentang pola konsumsi tinggi serat. Pola konsumsi ini diklaim selain menyehatkan fisik, juga bisa menyehatkan mental.

  • Ikuti metode Trauma Releasing Exercises (TRE)


Dengan segala review negatifnya, mencoba sesekali tidak ada salahnya. Toh gratis. Tutorialnya banyak di YouTube. Nothing to lose aja, tidak berharap banyak pada metode ini. Pendapat saya pribadi, metode ini bisa juga diganti dengan mengikuti kegiatan pengajian toriqoh dengan mursyid yang bener2 alim dan bertaqwa.

  • Perbaiki atau tingkatkan konsumsi  nutrisi mikro


Konsumsi suplemen yang mengandung Omega 3 (minyak ikan, ikan salmon, minyak hati ikan Cod dan biji rami), vitamin B-complex dan vitamin lain dengan mengikuti petunjuk yang ada.

Psikoneurosains


Ada 1 terapi yang belum saya coba: kombinasi terapi syaraf dan terapi psikiatri. Saat ini setahu saya baru tersedia di Rumah Sakit Kuala Lumpur. On-going kumpulkan referensi ilmiah dan tentu, duit.

Referensi


Ferriss, T. (2014). How to Cure Anxiety — One Workaholic’s Story, Six Techniques That Work. Diambil dari: https://tim.blog/2014/02/19/anxiety-attacks-2/. Akses tanggal 29 Juni 2019, 13:03

Nuartha, A. A. N. (2015). Penyakit Parkinson dan Parkinsonismus. In Harsono (Ed.), Kapita Selekta Neuorologi (2 ed., hal. 331–339). Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Mada University Press.

 

 

 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Don't Become a Scientist!

Apakah Anda berpikir untuk menjadi seorang ilmuwan? Apakah Anda ingin mengungkap misteri alam, melakukan eksperimen atau melakukan perhitungan untuk mempelajari cara kerja dunia? Lupakan! Sains itu menyenangkan dan mengasyikkan. Sensasi penemuan itu unik. Jika Anda cerdas, ambisius dan pekerja keras, Anda harus mengambil jurusan sains sebagai sarjana. Tapi cukup segitu saja. Setelah lulus, Anda harus berurusan dengan dunia nyata. Itu berarti Anda tidak perlu mempertimbangkan untuk lulus sekolah dalam sains. Sebaliknya, lakukan sesuatu yang lain: sekolah kedokteran, sekolah hukum, komputer atau teknik, atau sesuatu yang menarik bagi Anda. Mengapa saya (seorang profesor fisika) mencoba untuk mencegah Anda dari mengikuti jalur karier yang berhasil bagi saya? Karena zaman telah berubah (saya menerima gelar Ph.D saya pada tahun 1973, dan resmi jadi ilmuwan tahun 1976). Ilmu pengetahuan Amerika tidak lagi menawarkan jalur karier yang masuk akal. Jika Anda lulus sekolah sains, itu ber

Mahasiswa S-2 dan S-3 rentan gangguan jiwa

Kasus-kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa S2 dan S3 mengejutkan masyarakat. Masyarakat menilai mahasiswa strata lanjut ini dianggap sebagai kumpulan manusia yang hebat, sehingga dianggap kebal penyakit. Kesehatan jiwa sampai saat ini kurang ditanggapi serius oleh masyarakat. Mungkin masyarakat menilai penyakit jiwa kurang berbahaya dibanding, katakanlah, kanker, AIDS, TBC dan DM, serta kini: Covid-19. Stigma negatif orang yang bermasalah dengan kesehatan jiwanya adalah orang gila yang tidak mampu mengelola beban hidupnya: Ah, itu karena kurang imannya. Cengeng. Gitu saja mengeluh. Demikian ucapan-ucapan negatif yang sering terdengar di kalangan masyarakat luas. Mengapa hanya mahasiswa S2 dan S3 saja yang terdampak, apakah mahasiswa S1 tidak terpengaruh kesehatan jiwanya dengan beban kuliahnya? Nah untuk pertanyaan ini perlu baca-baca lagi jurnal kesehatan lebih banyak. Kesehatan Fisik dan Psikis: perspektif statistik Penelitian yang melibatkan sampel sejumlah 3.659 mahasiswa