Skip to main content

Posts

Showing posts from 1998

Kado 23

Beberapa hari, di sekitar tanggal 17 Oktober 1998, pasnya aku gak ingat persis, aku dapat firasat. Pas maen bola aku jatuh ijegal, gantungan kunci bola yang aku kantongi pecah-binasa terhimpit tulang pinggulku. Yaahh, rusak deh kenang-kenangan dari Laily. Aku jadi pengen nelpon ke Kerinci nanya kabar, jangan-jangan sakit atau gimana...Tapi engga aku lakukan karena janjiku untuk tidak membuka peluang hubungan ini menjadi keadaan yang tidak terkontrol (cat: pada akhirnya pertahanan ini jebol juga, dan apa yang saya khawatirkan menjadi kenyataan, keadaan menjadi susah dikontrol,  Gusti Allah ampuni saya yang lupa diri, Lail maafkan saya bila membuatmu gemetar tak karuan...) Mengharapkan balasan surat, sesuatu yang remeh bukan? Itulah yang membuatku merasa kecil...), waktu itu aku tersenyum, bener juga.. khan sekarang lagi musim ujian.. Okelah sabar.

Kado 13

Hai, yang lagi ulang tahun (aslinya sih bulan lalu, he he he terlambat .. gak papa ya?). Gimana pestanya? Penuh pecahan telur dan taburan tepung kah? Semoga seru dan ‘lecek’! Dan bagemana pula kebingunganmu kemaren? Masih bingung? Gak usah bingung. Yang jelas apapun pilihan adik, saya sangat mendukung. Soalnya, seperti saya bilang kemaren tentang cara belajar otodidak, kegiatan-kegiatan (ekstrakulikuler) tersebut adalah juga salah satu unsur yang menopang cara belajar otodidak. Selain itu dengan kamu mengikuti kegiatan organisasi berarti kamu belajar untuk memahami karakter sesama, dan ini sangat membantu sekali dalam proses menuju kedewasaan. Perlu diketahui menjadi dewasa dalam usia muda adalah pengalaman hidup yang manis sekali. Lho emang enak jadi dewasa, mungkin itu pikiran adik. Naa pikiran macam begitu perlu diluruskan. Menjadi dewasa tidak sama dengan menjadi tua (walaupun kita memang gak perlu takut menjadi tua, karena menjadi tua adalah pasti, sunatullah! ). Bedanya, menjadi

Nazar ngepel masjid...

Jumat kemarin, tepatnya tanggal 14 Agustus 1998, saya dapat surat dari Laily. Isinya lucu banget dan menggemaskan. (Ini karena kemampuannya mengartikulasikan percakapan lisan ke dalam bahasa tulisan. Renyah!). Surat itu dilampiri selembar foto keluarga bersetting candi Borobudur (betapa manis dan penuh artinya mengirim saya foto keluarga itu. You, my sweety, speak books to me !!). Ajaibnya surat itu tertanggal 10 Agustus 1998 (tanggal cap posnya di perangko terlihat cukup jelas), jadi ... itu berarti 3 hari sebelum tanggal kadaluwarsa yang saya tetapkan. Konsekuensinya saya wajib bayar nadzar saya : ngepel masjid (emang sih enggak usah pake nadzar segala kalo emang niat mau ngepel masjid, tapi kan biar seru dan semangat, so sah-sah aja itu ... hi hi hi). Surat Laily kali ini penting sekali karena membuka misteri yang selama ini tertutup tentang latar belakang sikap bermusuhannya dengan saya beberapa waktu lalu, Saya sebenarnya sudah me-reka-reka seperti apa kira-kira kejadiannya. Sekar

Rinduku menggumpal di pantai

Prosa liris berikut ini adalah hasil merekam keberangkatan Laily sekeluarga ke jambi. Kalau gak salah hari Ahad kejadiannya. Keseluruhan hari sebenarnya cerah, namun pas mau masuk maghrib tahu-tahu hujan lebat. Sebentar kemudian reda. Bakda maghrib anak-anak ngaji pada ngumpul di rumah Le, perpisahan ceritanya. Saya ada di antara hiruk pikuk itu. Di pojok . Engga tahu mau berbuat apa. Engga tahu mau ngomong apa. Engga tahu apa yang di rasa. Kosong. Bolong.sepi.Ngun-ngun sendiri. Setelah semua usai, saya ke marks waringit nonton piala dunia, waktu itu pertandingan Jerman lawan...ah lupa, yang jelas saya menonton bola. Tapi kesadaran saya tidak di bola, ngleyang entah di mana. Saya sendiri bingung di mana tercecernya. Ah sudahlah. Jangan sedih. Boleh ding sedih, tapi sedikit aja ya, jangan banyak-banyak. O iya, yang ngantarr sampai ke stasiun Nadiah sama Afif. Beberapa tahun kemudian (kemarin ini, tepatnya September 2002) Nadiah bilang seharusnya saya juga ikut ngantar ke stasiun. Nadiah

Khalil Gibran dan May Ziadah

Episode surat saya akhir-akhir ini secara spontan dan tanpa skenario membawa dunia Gibran ke adik. Awalnya saya memang sekedar tersentuh oleh kisah Gibran dengan May Ziadah, yang kira-kira hampir miriplah dengan kisah saya ini. Lama kelamaan ada juga beberapa petikan karya Gibran yang saya pakai dalam surat-surat saya. Nah, kebetulan sekali ketika membaca karya Murtadho Muthahari (ulama Syiah) ada dibahas di situ tentang amal seorang kafir dalam pandangan Islam dengan contoh khusus tentang Khalil Gibran. Gibran bercerita mengenai Ali bin Abi Tholib RA dengan kerinduan besar, juga mengenai pribadi Nabi Muhammad SAW yang mulia. Mengenai Imam Ali RA, Gibran menulis: Ali telah dilahirkan mendahului zamanya, dan aku tidak tahu apa rahasianya apabila ke dunia dilahirkan orang-orang yang mendahului zamannya Kecintaan dan penghormatan Gibran terhadap Imam Ali begitu besar yang demikian bahkan mungkin lebih besar dari yang diberikan sebagian muslim membuat kita bertanya dalam hati: apakah yang

What is Mensa, Prof?

Dalam suratnya yang paling baru Laily tanya arti Mensa, suatu istilah yang sering dia temui ketika main game Klotsky. Well..dikira saya tahu segala, orang main gamenya saja saya belum pernah! Jadi I know nothing about Mensa. Tapi okelah, demi harga diri saya (kan jadi gimana kalo gak bisa jawab... he he he) dan toh gak ada ruginya sama sekali untuk berusaha mencari tahu apa itu Mensa, saya melakukan investigasi. Investigasi saya mulai dengan wawancara kecil-kecilan dengan beberapa teman yang saya anggap kompeten. Hasilnya: Nol ! Akhirnya terpaksalah harus cari referensi tertulis di Perda Sriwijaya. Hampir seharian saya di Perda mengobrak-abrik ensiklopedia. Alhamdulillah akhirnya ketemu juga. Ada dua versi, versi Encyclopaedia of Americana dan versi Enciclopaedia Britannica 1768, semuanya dalam bahasa Inggris. Mensa itu kumpulan orang-orang genius Sebenarnya saya kurang puas dengan hasil temuan saya itu, karena melenceng dari asumsi awal saya tentang Mensa. Dalam pikiran saya Mensa itu

Terjaga dan bermimpi

Laily, majalah sudah saya pasang kemari malam. Artikelmu juga nemplok di sana, hanya saja saya minta maaf, karena ulah temen yang ceroboh menumpahkan air sirup menyebabkan separo dari artikelmu rusak dan nyaris tak terbaca lagi, sehingga dengan sangat terpaksa saya potong bagian yang rusak itu. Sungguh, saya sangat sesalkan kejadian ini. Padahal engkau kerjakan artikel dengan semaksimal waktu dan kemampuan. Saya tahu. Saya yakin. Saya merasakan. Yang unik artikel  yang rusak itu pulalah yang jadi modal pembuatan mading edisi bulan itu. Dengan  modal artikel itu, iyya! Yang Cuma satu itu! Saya gebrak semangat temen-temen untuk membuat majalah. Padahal biasanya saya butuh minimal 10 artikel hanya untuk memancing mood membuat majalah, itupun semuanya baru bisa selesai subuh dinihari, dengan start kerja jam 20.00 !! Beda dengan malam itu, saya cuman butuh waktu kurang- lebih 3 jam (dari 19.30 sd. 22.30) untuk menyelesaikan mading. Sungguh fantastis energi yang engkau picu pada diri saya. D

Singa Muda Jantan Perkasa: sebuah rhapsody

Diangkat dari buku jumal harian singa muda yang baru saja diangkat menjadi pemimpin di kelompoknya: Musim semi kelima, ketika rumput ramai berbunga.... Induk singa itu sebentar memandangku Sebentar menengok ke dalam guanya Sekejap, bias ragu tampak di getar seringai taringnya Ketika aku menanyakan hal anaknya Induk Singa itu mengeram Geram lembut dalam nuansa bimbang Antara etika yang menuntunnya menyambut tetamu Versus naluri keibuan yang lebih mendentingkan bahaya Aku memahaminya Memahami geram lembut Induk Singa itu Memahami seringai pengusirannya Dan aku Singa Muda Jatan Perkasa Raja baru pride singa di Serengetti Yang sukses membabat Singa Jantan Tua, penguasa lama Pride Yang gurat cakar pertarungan masih memerah segar di sekujur tubuh Yang dengan keperkasaanku dan kekuasaanku bisa saja memaksakan Setiap lecut kecil angkara Tapi.... Aku memilih undur diri Memilih bersabar dan menunggu Memilih menuruni bukit meninggalkan gua dengan damai Dan badai mengiringi kepergianku Terbang di

Berjalan meninggalkan rumah itu

03-03-1998 Berrjalan meninggalkan rumah itu Aku angankan sekelilingku adalah hutan cemara Agar perih bisa kuhembuskan di setiap sela daunnya Keringlah seluruh pelosok hijau Percik kecil saja bisa memerahkannya... Dan seantero negeri menjadi mafhum. Berjalan meninggalkan rumah itu Aku angankan lautan melingkupiku Agar hampa menghirup airnya Dan aku adalah Dewa Hujan Yang dengan segenap reflek membagi air Seluruh negeri basah dan berkecambah Mafhum berubah kagum Kepda suguhan parodi yang menyayat hati. Berjalan meninggalkan rumah itu Ringan, melayang, aku terbang Petak-petak yang mengecil Sungai-sungai yang menjelma ular coklat Laut yang biru,teduh dan dalam. (Oh betapa nyaman membasuh perih di kedalamannya) Dan kemudian terasa hangat tangan orang-orang Menyetug keninku yang basah Kata oarang-orang kepadaku: Kamu baru saja meleawti hari yang berat, nak... Tidurlah... Semoga ketika bangun nanti matahari terbit bagimu...